ILMU MUKHTALIF AL HADIS
PENDAHULUAN
Al-Quran yang secara
lahir bertentangan, harus dikompromikan dengan menggunakan beberapa metode
dalam ta’arudh. Begitu juga dengan hadis. Ada beberapa teks sunnah yang
secara lahir tampak bertentangan. Hal ini dapat terjadi pada hadis yang
validitasnya tidak dapat diragukan lagi. Misalnya, dua hadis yang berkualitas sahih,
hasan, atau dengan bahasa maqbul. Berbeda jika salah satu dalil itu
ada yang lemah (dha’if) baik dari segi sanad (perawi) atau matan
(tekstualnya). Maka hal itu tidak perlu diselesaikan masalahnya. Tinggal
dinon-aktivkan salah satunya.
Ada beberapa langkah
dalam memecahkan permasalahan-permasalahan hadis yang tampak bertentangan.
Banyak pula ulama yang merumuskan dan memperbincangkannya. Hal ini mereka
kerangkakan dalam disiplin ilmu mukhtalifil hadis. Yaitu sebuah ilmu
yang memperbincangkan tentang bagaimana menangani hadis ‘bermasalah’ secara
lahirnya. Dengan beberapa langkah dan metode tertentu. Di mana fungsi dan
tujuan ilmu ini adalah menghancurkan tuduhan dan fitnah kaum ‘a’da’ Islam. Ilmu
ini berkembang saat ilmu-ilmu Islam lainnya dalam puncak kejayaan. Yaitu al-‘ushur
adz-dzahabiyyah (masa-masa keemasan).
Problematika yang
timbul adalah perumusan dan pembatasan sampai mana metode yang harus
diaplikasikan dalam hadis-hadis tersebut. Bagaimana mengklasifikasikan hadis
ini masuk dalam mutlak, ‘amm, dan mujmal. Sehingga langkah dan
kode yang dipakai mudah diterapkan. Secara rielnya, kadang ditemukan
hadis yang sulit dipastikan eksistensinya. Tampak seperti lafaz umum, khusus,
dan lainnya. Berikut makalah ini akan menjelaskan tentang substansi ilmu mukhtalifil
hadis, obyek kajiannya, kitab-kitab yang membicarakan, dan contoh-contoh
pengaplikasiannya untuk memudahkan perumusannya sebagaimana berikut ini.
RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian ilmu Mukhtalif al hadis dan tujuannya ?
b. Apa macam - macam, contoh, serta cara mengatasi Hadis Mukhtalif ?
c. Siapa ulama besar yang menyusun Ilmu Mukhtalif Al-Hadis ?
PEMBAHASAN
a. Pengertian ilmu
Mukhtalif al Hadis dan tujuannya
Kata mukhtalif secara lughat merupakan isim fa’il dari al-ikhtilaf
artinya yang bertentangan atau yang berselisih. Mukhtalaf Al-Hadits
dilihat dari segi bahasa adalah ”hadis-hadis, yang berlawanan maknanya antara
satu hadits dengan yang lainnya.”
Sedangkan definisi secara
istilah adalah hadits yang diterima namun pada dhahirnya kelihatan
bertentangan dengan Hadits maqbul lainnya dalam maknanya, akan tetapi
kemungkinan untuk dikompromikan antara keduanya.
Dr Muhammad Ath Thahan
menjelaskan secara sederhana, bahwa mukhtalif al Hadis adalah :
هُوَ الْحَدِيْثُ الْمَقْبُوْلُ الْمُعاَرِضُ بِمِثْلِهِ مَعَ اِمْكاَنِ
الْجَمْعِ بَيْنَهُمَا
Hadis makbul kontradiksi dengan sesamanya serta memungkinkan dipromosikan
antara keduanya.
Ilmu mukhtalif al Hadis
adalah ilmu yang membahas hadis – hadis yang lahirnya terjadi kontradiksi akan
tetapi dapat dikompromikan, baik dengan cara di taqyid (pembatasan) yang
mutlak, Takhshish al – ‘am (pengkhususan yang umum), atau dengan yang
lain. Ilmu ini juga disebut ilmu Talfiq al Hadis. Misalnya penulisan
hadis pada masa awal perkembangan Islam, ada hadis yang melarang penulisan
hadis dan ada pula hadis yang berisi perintah menulis hadis dan lain
sebagainya. Jika seperti terjadi diatas, maka langkah penyelesaiannya
dikompromikan (al jam’u wa at Tawfiq) yaitudengan cara Takhshish al
‘amm (mengkhususkan yang umum), nasikh mansuh, dan lain – lain.
Tujuan ilmu ini mengetahui
hadis mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya
atau langkah – langkah apa yang dilakukan para ulama dalam menyikapi hadis –
hadis yang kontra tersebut.[1]
b. Macam - macam, contoh,
serta cara mengatasi Hadis Mukhtalif
Sebagian ulama yang
menyamakan istilah ilmu Mukhtalif al Hadis dengan ilmu Musykil al
Hadis, ilmu Ta’wil al Hadis,
ilmu Talfiq al Hadis, dan ilmu Ikhtilaf al Hadis. Akan tetap yang
dimaksudkan oleh oleh istilah – istilah diatas, artinya sama.
Jadi, ilmu ini berusaha
untuk mempertemukan (Talfiq al Hadis) dua atau lebih hadis yang
bertentangan maknanya. Adapun cara – cara mengkompromikan hadis tersebut ada
kalanya dengan men – taqyid kemutlakan hadis, men – takhshish
keumumannya, atau adakalanya dengan memilih sanad yang lebih kuat atau yang
lebih banyak datangnya. Ilmu ini sangat dibutuhkan oleh ulama hadis, ulama
fiqh, dan lain – lain.
Sebagai contoh adalah dua hadis shohih dibawah ini :
لاَعَدْوَى وَلاَطِيَرَةَ وَلاَهاَمَةَ... (رواه البخرى ومسلم)
“ Tidak ada penularan, ramalan jelek, reinkarnasi ruh yang telah meninggal
ke burung hantu...” (HR. Bukhori dan Muslim)
Secara lahirnya bertentangan dengan hadis :
فِرَّمِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّمِنَ الْاَسَدِ (رواه البخرى ومسلم)
“ Larilah dari orang yang sakit lepra, sebagaimana kamu lari dari singa...”
(HR. Bukhori dan Muslim).
Para ulama mencoba
mengkompromikan dua hadis ini, antara lain :
1. Ibnu Al Shalah
Menta’wilkan bahwa penyakit itu tidak dapat menular dengan sendirinya.
Tetapi Allah – lah yang menularkannya dengan perantaraan (misalnya) adanya
percampuran dengan orang sakit, melalui sebab – sebab yang berbeda – beda.
2. Al Qadhi al Baqillani
Ketetapan adanya penularan dalam penyakit lepra dan semisalnya itu, adalah
merupakan kekhususan bagi ketiadaan penularan. Dengan demikian arti rangkaian
kalimat “la ‘adwa” itu, selain penyakit lepra dan semisalnya. Jadi
seolah – olah Rasul SAW mengatakan : “ Tak ada suatu penyakit pun yang menular,
selain apa yang telah kami terangkan apa saja yang dapat menular.”[2]
c. Ulama besar yang
menyusun Ilmu Mukhtalif al-Hadis
Pengetahuan tentang
Mukhtalifu al Hadis adalah termasuk dasar ilmu hadis yang paling urgen, yang wajib
diketahui oleh orang – orang alim. Dan hanya mereka yang menguasai ilmu hadis,
ilmu fiqh, dan ilmu ushul, yang bisa menjabarkan dan membeberkan persoalan
mukhtalifu al hadis ini, yang aplikatif berfungsi untuk menginterpretasikan
makna – makna atau hukum – hukum yang problematik dan pelik. Imam Syafi’i telah
menyusun kitab tentang permasalahan ini, dan ia dianggap sebagai orang yang
pertama kali mencipta ilmu mukhtalifu al hadis ini, kemudian disusul oleh Ibnu
Qutaibah dengan kitabnya Ta’wilu mukhtalifu al hadis. Pembahasan kitab
ini cukup representatif. Selanjutnya, Ibnu Jabir, yang kemudian disusul oleh Al
Thahawi dengan kitabnya yang berjudul “Musykilu al Atsari”. Kitab ini
memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perkembangan disiplin ilmu mukhtalifu
al hadis sebagai refrensi penting. Pembahasannya cukup menarik dan uraian –
uraiannya laksana obat bagi orang yang sakit, serta minuman yang menyegarkan
bagi mereka yang kehausan. Diantara ulama yang paling baik pembahasan dan
uraiannya dalam masalah ini ialah Ibnu Hauzaimah. Dalam hal mukhtalifu al hadis
ini, dia mengeluarkan suatu pernyataan suatu pernyataan yang sangat tegas, “
Tidak ada hadis yang bertentangan dari sudut apapun. Dan oleh sebab itu, barang
siapa mendapati dua hadis yang bertentangan, maka datanglah kepadaku agar aku
mencocokkan antara keduanya. “ [3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar