Kamis, 16 Januari 2014

ILMU MUKHTALIF AL HADITS



ILMU MUKHTALIF AL HADIS
PENDAHULUAN
Al-Quran yang secara lahir bertentangan, harus dikompromikan dengan menggunakan beberapa metode dalam ta’arudh. Begitu juga dengan hadis. Ada beberapa teks sunnah yang secara lahir tampak bertentangan. Hal ini dapat terjadi pada hadis yang validitasnya tidak dapat diragukan lagi. Misalnya, dua hadis yang berkualitas sahih, hasan, atau dengan bahasa maqbul. Berbeda jika salah satu dalil itu ada yang lemah (dha’if) baik dari segi sanad (perawi) atau matan (tekstualnya). Maka hal itu tidak perlu diselesaikan masalahnya. Tinggal dinon-aktivkan salah satunya.
Ada beberapa langkah dalam memecahkan permasalahan-permasalahan hadis yang tampak bertentangan. Banyak pula ulama yang merumuskan dan memperbincangkannya. Hal ini mereka kerangkakan dalam disiplin ilmu mukhtalifil hadis. Yaitu sebuah ilmu yang memperbincangkan tentang bagaimana menangani hadis ‘bermasalah’ secara lahirnya. Dengan beberapa langkah dan metode tertentu. Di mana fungsi dan tujuan ilmu ini adalah menghancurkan tuduhan dan fitnah kaum ‘a’da’ Islam. Ilmu ini berkembang saat ilmu-ilmu Islam lainnya dalam puncak kejayaan. Yaitu al-‘ushur adz-dzahabiyyah (masa-masa keemasan).
Problematika yang timbul adalah perumusan dan pembatasan sampai mana metode yang harus diaplikasikan dalam hadis-hadis tersebut. Bagaimana mengklasifikasikan hadis ini masuk dalam mutlak, ‘amm, dan mujmal. Sehingga langkah dan kode yang dipakai mudah diterapkan. Secara rielnya, kadang ditemukan hadis yang sulit dipastikan eksistensinya. Tampak seperti lafaz umum, khusus, dan lainnya. Berikut makalah ini akan menjelaskan tentang substansi ilmu mukhtalifil hadis, obyek kajiannya, kitab-kitab yang membicarakan, dan contoh-contoh pengaplikasiannya untuk memudahkan perumusannya sebagaimana berikut ini.

RUMUSAN MASALAH
            a. Apa pengertian ilmu Mukhtalif al hadis dan tujuannya ?
            b. Apa macam - macam, contoh, serta cara mengatasi Hadis Mukhtalif  ?
            c. Siapa ulama besar yang menyusun Ilmu Mukhtalif Al-Hadis ?

PEMBAHASAN
            a. Pengertian ilmu Mukhtalif al Hadis dan tujuannya
            Kata mukhtalif secara lughat merupakan isim fa’il dari al-ikhtilaf artinya yang bertentangan atau yang berselisih. Mukhtalaf Al-Hadits dilihat dari segi bahasa adalah ”hadis-hadis, yang berlawanan maknanya antara satu hadits dengan yang lainnya.”
            Sedangkan definisi secara istilah adalah hadits yang diterima namun pada dhahirnya kelihatan bertentangan dengan Hadits maqbul lainnya dalam maknanya, akan tetapi kemungkinan untuk dikompromikan antara keduanya.
            Dr Muhammad Ath Thahan menjelaskan secara sederhana, bahwa mukhtalif al Hadis adalah :
هُوَ الْحَدِيْثُ الْمَقْبُوْلُ الْمُعاَرِضُ بِمِثْلِهِ مَعَ اِمْكاَنِ الْجَمْعِ بَيْنَهُمَا
Hadis makbul kontradiksi dengan sesamanya serta memungkinkan dipromosikan antara keduanya.
            Ilmu mukhtalif al Hadis adalah ilmu yang membahas hadis – hadis yang lahirnya terjadi kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan cara di taqyid (pembatasan) yang mutlak, Takhshish al – ‘am (pengkhususan yang umum), atau dengan yang lain. Ilmu ini juga disebut ilmu Talfiq al Hadis. Misalnya penulisan hadis pada masa awal perkembangan Islam, ada hadis yang melarang penulisan hadis dan ada pula hadis yang berisi perintah menulis hadis dan lain sebagainya. Jika seperti terjadi diatas, maka langkah penyelesaiannya dikompromikan (al jam’u wa at Tawfiq) yaitudengan cara Takhshish al ‘amm (mengkhususkan yang umum), nasikh mansuh, dan lain – lain.
            Tujuan ilmu ini mengetahui hadis mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya atau langkah – langkah apa yang dilakukan para ulama dalam menyikapi hadis – hadis yang kontra tersebut.[1]



            b. Macam - macam, contoh, serta cara mengatasi Hadis Mukhtalif
            Sebagian ulama yang menyamakan istilah ilmu Mukhtalif al Hadis dengan ilmu Musykil al Hadis,  ilmu Ta’wil al Hadis, ilmu Talfiq al Hadis, dan ilmu Ikhtilaf al Hadis. Akan tetap yang dimaksudkan oleh oleh istilah – istilah diatas, artinya sama.
            Jadi, ilmu ini berusaha untuk mempertemukan (Talfiq al Hadis) dua atau lebih hadis yang bertentangan maknanya. Adapun cara – cara mengkompromikan hadis tersebut ada kalanya dengan men – taqyid kemutlakan hadis, men – takhshish keumumannya, atau adakalanya dengan memilih sanad yang lebih kuat atau yang lebih banyak datangnya. Ilmu ini sangat dibutuhkan oleh ulama hadis, ulama fiqh, dan lain – lain.
Sebagai contoh adalah dua hadis shohih dibawah ini :
لاَعَدْوَى وَلاَطِيَرَةَ وَلاَهاَمَةَ... (رواه البخرى ومسلم)
“ Tidak ada penularan, ramalan jelek, reinkarnasi ruh yang telah meninggal ke burung hantu...” (HR. Bukhori dan Muslim)
Secara lahirnya bertentangan dengan hadis :
فِرَّمِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّمِنَ الْاَسَدِ (رواه البخرى ومسلم)
“ Larilah dari orang yang sakit lepra, sebagaimana kamu lari dari singa...” (HR. Bukhori dan Muslim).
            Para ulama mencoba mengkompromikan dua hadis ini, antara lain :
1. Ibnu Al Shalah
Menta’wilkan bahwa penyakit itu tidak dapat menular dengan sendirinya. Tetapi Allah – lah yang menularkannya dengan perantaraan (misalnya) adanya percampuran dengan orang sakit, melalui sebab – sebab yang berbeda – beda.
2. Al Qadhi al Baqillani
Ketetapan adanya penularan dalam penyakit lepra dan semisalnya itu, adalah merupakan kekhususan bagi ketiadaan penularan. Dengan demikian arti rangkaian kalimat “la ‘adwa” itu, selain penyakit lepra dan semisalnya. Jadi seolah – olah Rasul SAW mengatakan : “ Tak ada suatu penyakit pun yang menular, selain apa yang telah kami terangkan apa saja yang dapat menular.”[2]
            c. Ulama besar yang menyusun Ilmu Mukhtalif al-Hadis
            Pengetahuan tentang Mukhtalifu al Hadis adalah termasuk dasar ilmu hadis yang paling urgen, yang wajib diketahui oleh orang – orang alim. Dan hanya mereka yang menguasai ilmu hadis, ilmu fiqh, dan ilmu ushul, yang bisa menjabarkan dan membeberkan persoalan mukhtalifu al hadis ini, yang aplikatif berfungsi untuk menginterpretasikan makna – makna atau hukum – hukum yang problematik dan pelik. Imam Syafi’i telah menyusun kitab tentang permasalahan ini, dan ia dianggap sebagai orang yang pertama kali mencipta ilmu mukhtalifu al hadis ini, kemudian disusul oleh Ibnu Qutaibah dengan kitabnya Ta’wilu mukhtalifu al hadis. Pembahasan kitab ini cukup representatif. Selanjutnya, Ibnu Jabir, yang kemudian disusul oleh Al Thahawi dengan kitabnya yang berjudul “Musykilu al Atsari”. Kitab ini memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perkembangan disiplin ilmu mukhtalifu al hadis sebagai refrensi penting. Pembahasannya cukup menarik dan uraian – uraiannya laksana obat bagi orang yang sakit, serta minuman yang menyegarkan bagi mereka yang kehausan. Diantara ulama yang paling baik pembahasan dan uraiannya dalam masalah ini ialah Ibnu Hauzaimah. Dalam hal mukhtalifu al hadis ini, dia mengeluarkan suatu pernyataan suatu pernyataan yang sangat tegas, “ Tidak ada hadis yang bertentangan dari sudut apapun. Dan oleh sebab itu, barang siapa mendapati dua hadis yang bertentangan, maka datanglah kepadaku agar aku mencocokkan antara keduanya. “ [3]


[1] Dr.H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ulumul Hadis, Amzah, Jakarta, 2009, Hal. 88
[2] Drs. Munzier Suparta, MA., Ilmu Hadis, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 43 - 44
[3] Prof.Dr. Muhammad Alawi Al Maliki, Ilmu Ushul Hadis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hal. 152

Sabtu, 14 September 2013

STUDI KITAB TAFSIR ASH SHOBUNI



PENDAHULUAN
            Upaya untuk mengetahui isi al Qur’an terus dilakukan dari masa ke masa. Hal ini ditandai dengan adanya usaha penafsiran oleh ulama – ulama tafsir yang kemudian banyak melahirkan kitab – kitab tafsir dalam berbagai versi dan sudut pandang. Hal ini karena dalam menafsirkan al Qur’an, seorang mufasir dengan mufasir yang lain tidak berada dalam ruang waktu yang sama. Artinya setiap mufasir mempunyai latar belakang sosial, pengalaman hidup dan penguasaan ilmu yang berbeda sehingga akan menghasilkan penafsiran yang berbeda pula terhadap kitab yang sama, al Qur’an.
            Oleh karena itu, agar tidak terjadi kerancauan dan kesalahan dalam membaca kitab tafsir yang berbeda itu, perlu diadakan penelitian terhadap kitab tafsir yang ada. Dengan begitu, umat islam yang awam tidak saling menyalahkan pendapat satu dengan yang lain dalam memahami al Qur’an. Penelitian ini juga ditujukan untuk memberi penjelasan terhadap masyarakat luas dimana letak perbedaan pendapat para ulama dan apa latar belakangnya.
PEMBAHASAN
a. Biografi Muhammad Ali ash Shobuni
            Beliau adalah Muhammad Ali Ash Shobuni. Lahir dikota Aleppo, Suriah, pada tanggal 1 Juli 1930. Syekh Ali Ash Shobuni bersama syekh Yusuf Qardhawi pernah ditetapkan sebagai tokoh muslim dunia 2007 oleh DIQA.
            Nama besar syeikh Ali Ash Shobuni begitu mendunia. Beliau merupakan seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal dengan keluasan dan kedalaman ilmu serta sifat wara’-nya. Nama lengkap beliau adalah Muhammad Ali ibn Ali ibn Jamil ash Shabuni. Syekh ash Shobuni dibesarkan oleh keluarga terpelajar. Ayahnya, syekh Jamil, merupakan salah seorang ulama senior di Aleppo. Sejak usia anak – anak, ia sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai ilmu agama. Diusianya yang masih belia, ash Shobuni sudah hafal al Qur’an. Tak heran bila kemampuannya ini membuat banyak ulama ditempatnya belajar sangat menyukai kepribadian syeikh Ali ash Shabuni.
            Salah satu guru beliau adalah sang ayah, Jamil ash Shabuni. Ia memperoleh pendidikan dasar dan formal mengenai bahasa Arab, ilmu waris, dan ilmu – ilmu agama dibawah bimbingan langsung sang ayah. Ia juga berguru kepada ulama terkemuka di Aleppo, seperti syeikh Muhammad Najib Sirajuddin, syeikh Ahmad ash Shama, syeikh Muhammad Said al Idlibi, syeikh Muhammad Raghib al Tabbakh, dan syeikh Muhammad Najib Khayatah.
            Untuk menambah pengetahuannya, syeikh ash Shabuni juga kerap mengikuti kajian – kajian para ulama lainnya yang biasa diselenggarakan di berbagai masjid. Setelah menamatkan pendidikan dasar, syeikh ash Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya disekolah milik pemerintah, madrasah al Tijariyyah. Kemudian ia meneruskan pendidikan di sekolah khusus Syari’ah, Khaswariyya, yang berada di Aleppo.[1] Disana ia tidak hanya mempelajari ilmu – ilmu islam, tetapi juga mata pelajaran umum. Ia berhasil menyelesaikan pendidikannya dan lulus tahun 1949. Atas beasiswa dari departemen wakaf Suriah, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas al Azhar Kairo, Mesir, hingga selesai strata satu di fakultas Syari’ah pada tahun 1952. Dua tahun berikutnya, di universitas yang sama ia memperoleh gelar megister pada konsentrasi peradilan Syari’ah.
            Selepas dari Mesir, ash Shabuni kembali ke kota kelahirannya, beliau mengajar dibeberapa sekolah menengah atas yang ada di Aleppo. Pekerjaan sebagai guru sekolah menengah atas ini ia lakoni selama delapan tahun, dari tahun 1955 sampai 1962. Setelah itu ia mendapatkan tawaran untuk mengajar di fakultas Syari’ah di universitas Umm al Qura’ dan fakultas pendidikan islam di universitas King Abdul Aziz. Kedua universitas ini berada dikota Mekkah. Ia menghabiskan waktu dengan kesibukannya mengajar di dua perguruan tinggi ini selama 28 tahun. Karena prestasi akademik dan kemampuannya dalam menulis, saat menjadi dosen di universitas Umm al Qura’, syeikh ash Shabuni pernah menyandang jabatan ketua fakultas Syari’ah. Ia juga dipercaya untuk mengepalai pusat kajian akademik dan pelestarian warisan islam.
            Disamping sibuk mengajar, syeikh Ali ash Shabuni juga aktif dalam organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, ia menjabat sebagai penasehat para dewan riset kajian ilmiah mengenai al Qur’an dan Sunnah. Ia bergabung dalam organisasi ini selama beberapa tahun. Setelah itu ia mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menulis dan melakukan penelitian. Salah satu karyanya yang populer adalah Shafwatu at Tafaasir.[2]


b. Karya – karya Muhammad Ali ash Shabuni
            Beliau adalah sosok ulama mufasir yang kreatif dan produktif menulis. Beliau telah menulis beberapa kitab tafsir sebagai bentuk khidmah beliau pada al Qur’an dan Hadits, diantaranya :
1. Rawa’i al Bayan fi Tasair ayat al Ahkam min al Qur’an
            Kitab ini mengandung keajaiban tentang ayat – ayat hukum didalam al Qur’an. Kitab ini dalam dua jilid besar. Ia adalah kitab terbaik yang pernah dikarang perihal soal ini, sebab dua jilid ini telah dapat menghimpun pemikiran klasik dengan isi yang melimpah ruah serta ide dan pikiran yang subur, disamping pemikiran modern dengan gaya yang khas dengan segi penampilan, penyusunan, dan kemudian uslub dipihak lain. Selain itu, syeikh ash Shabuni telah nampak keistimewaannya dalam tulisan ini tentang keterus terangannya dan penjelasannya dalam menetapkan keobjektifan agama islam mengenai pengertian ayat – ayat hukum, dan tentang sanggahannya terhadap dalil – dalil beberapa musuh orang islam yang menyalahgunakan penanya dengan mempergunakan dirinya dengan menyerang nabi Muhammad saw , dalam hal pernikahan beliau dengan beberapa orang istri ( poligami ).
2. Al Tibyan fi Ulum al Qur’an ( Pengantar Studi al Qur’an )
            Awal mulanya, buku ini adalah diktat kuliah dalam ilmu al Qur’an untuk para mahasiswa fakultas Syari’ah dan Dirasah islamiyah di Mekkah al Mukarramah, dengan maksud untuk melengkapi bahan kurikulum fakultas serta keperluan para mahasiswa yang cinta kepada ilmu pengetahuan dan mendambakan diri dengan penuh perhatian kepadanya.
3. Al Nubuwah wa al Anbiya’ ( para nabi dalam al Qur’an )
            Buku yang mengupas tentang para nabi dalam al Qur’an. Buku ini dikemas secara ringkas, lantaran karya ini merupakan sebuah karya saduran dari sebuah kitab berbahasa Arab yang ditulis oleh syeikh Ali ash Shabuni.
4. Qabasun min Nur al Qur’an ( cahaya al Qur’an )
            Kitab tafsir ini diantaranya disajikan al Qur’an dari awal hingga akhir secara berurutan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Sehingga pola ini memberikan kemaslahatan tersendiri yang tidak didapatkan dikitab – kitab tafsir lain. Adapun bentuk penyajiannya ialah ayat demi ayat atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu kelompok maknanya dan tema, yang karena itulah kitab ini disebut tafsir tematik.
5. Shafwah at Tafaasir
            Salah satu karya syeikh Ali ash Shabuni yang paling popular. Kitab ini terdiri dari tiga jilid, didalamnya menggunakan metode – metode yang sederhana, mudah dipahami, dan tidak bertele – tele ( tidak menyulitkan para pembaca ).
            Syeikh Ali ash Shabuni telah menyelesaikan tafsir ini secara terus menerus dikerjakan non stop siang malam selama lebih kurang menghabiskan waktu sampai lima tahun. Beliau tidak menulis sesuatu tentang tafsir sehingga ia membaca dulu apa – apa yang telah ditulis oleh para mufasir, terutama dalam masalah pokok – pokok dalam kitab tafsir, sambil memilih mana yang lebih relevan ( yang lebih cocok dan lebih unggul ).
            Shafwah at Tafaasir merupakan tafsir ringkas meliputi semua ayat al Qur’an. Kitab ini berdasarkan pada kitab – kitab tafsir terbesar, seperti al Thabari, al Kasyaf, al Alusi, Ibnu Katsir, dan lain – lain dengan uslub yang mudah, hadits yang tersusun ditunjang dengan aspek bayan dan kebahasaan. Shafwah at Tafaasir merupakan kumpulan materi – materi pokok yang ada dalam tafsir – tafsir besar yang terpisah disertai ikhtisar, tertib, penjelasan, dan bayan.[3]
c. Deskripsi umum kitab tafsir Shafwatu at Tafaasir
            1. Latar belakang penulisan
            Sebuah karya, apapun jenisnya, termasuk kitab tafsir dalam masa pembuatannya, pasti tidak dapat dipungkiri dari aspek kultur sosial yang mengelilinginya. Pada tahun 1930 lahir karya tafsir yaitu Shafwatu at Tafaasir yang disusun selama kurang lebih lima tahun sekaligus memberi kesan tersendiri bagi para sebagian kalangan ulama dan para pemerhati lainnya. Dari data yang didapat mengenai latar belakang penyusunan kitab ini, beliau menyebutkan :
Ø  Menjunjung kalimatullah untuk memberi pemahaman terhadap kebutuhan umat dalam memahami agama.
Ø  Keberadaan al Qur’an itu sendiri yang kekal dengan penuh keajaiban – keajaiban, penuh dengan mutiara – mutiara kehidupan, senantiasa memicu akal untuk mengkajinya.
Ø  Kenyataan semua ilmu akan hilang dimakan zaman, kecuali ilmu al Qur’an.
Ø  Kewajiban ulama tetap mesti menjadi jembatan bagi pemahaman umat terhadap al Qur’an dengan memberikan kemudahan dalam mengkajinya.
2. Tujuan penulisan
            Sudah barang tentu mempunyai faidah yang sangat tinggi dan berkedudukan mulia yang menjadi tujuan dari penulisan kitab ini. Sampai sekarang, baru dapat diasumsikan hal – hal yang menjadi tujuan penulisan kitab Shafwatu at Tafaasir ini, yaitu memberikan pemaparan dan penjelasan dengan mempermudah gaya penyampaiannya, serta memberikan faidah berupa jawaban – jawaban terhadap realita umat pada masanya.[4]
            3. Metode dan corak penafsiran
            Untuk mempermudah apa yang menjadi tujuan dari beliau dalam upaya memberikan pencerahan dalam memecahkan permasalahan zaman maka gaya pembahasan yang beliau lakukan yaitu melalui tahapan – tahapan metode, yaitu :
Ø  Mengumpulkan dan meng-intisari kitab – kitab tafsir induk serta mengambil argumen yang paling shohih.
Ø  Menyusun kategorisasi ayat – ayat untuk menjelaskan tiap – tiap permasalahan dalam surat dan ayat.
Ø  Menafsirkan kandungan surat secara ijmali seraya menjelaskan maksud – maksudnya yang mendasar.
Ø  Membahas munasabah antar ayat sebelum dan sesudahnya.
Ø  Menjelaskan aspek kebahasaannya secara etimologi dan menjelaskan perbandingannya dengan pendapat ahli bahasa Arab.
Ø  Menjelaskan asbabun nuzul.
Ø  Menjelaskan gaya bahasanya ( balaghah ).
Ø  Menjelaskan faidah – faidah dan hikmah – hikmah surat dan ayat.
Ø  Memberikan istinbath.
Mengingat penulis kitab Shafwatu at Tafaasir adalah seorang ulama yang hidup pada masa dimana aliran – aliran teolog telah ada ( sementara belum muncul lagi aliran teolog yang baru ), maka sudah dipastikan aliran pemahaman teologisnya akan mengikuti atau sepaham dengan para aliran teolog pendahulunya.




















KESIMPULAN
Beliau adalah Muhammad Ali Ash Shobuni. Lahir dikota Aleppo, Suriah, pada tanggal 1 Juli 1930. Syekh Ali Ash Shobuni bersama syekh Yusuf Qardhawi pernah ditetapkan sebagai tokoh muslim dunia 2007 oleh DIQA.
Salah satu karya syeikh Ali ash Shabuni yang paling popular adalah Shafwatu at Tafaasir. Kitab ini terdiri dari tiga jilid, didalamnya menggunakan metode – metode yang sederhana, mudah dipahami, dan tidak bertele – tele ( tidak menyulitkan para pembaca ).
Mengingat penulis kitab Shafwatu at Tafaasir adalah seorang ulama yang hidup pada masa dimana aliran – aliran teolog telah ada ( sementara belum muncul lagi aliran teolog yang baru ), maka sudah dipastikan aliran pemahaman teologisnya akan mengikuti atau sepaham dengan para aliran teolog pendahulunya.














DAFTAR PUSTAKA
Ø  Artikel al Haromain media Dzikir dan Fikir., Edisi Februari 2013.
Ø  http://fu-th.blogspot.com/2012/10/shofwatut-tafasir.html ( diakses pada hari rabu tanggal 15 Mei 2013 )





[1] Artikel al Haromain media Dzikir dan Fikir., Edisi Februari 2013., hlm. 16.
[2] http://biografiulamahabaib.blogspot.com/2012/12/biografi-singkat-mufassir-syaikh-ali_6083.html
[3] Artikel al Haromain media Dzikir dan Fikir.,ibid., hlm. 19.
[4] http://fu-th.blogspot.com/2012/10/shofwatut-tafasir.html